Hitung BPHTB
gak Ribet Kok..
Masamba. Adanya pemberitaan di salah satu Media tentang keluhan salah seorang Wajib Pajak yang merasa dipermainkan oleh Prosedur (administrasi) dalam perhitungan BPHTB, membuat kami merasa perlu untuk meluruskan sekaligus menerangkan terkait tata cara perhitungan BPHTB. Hal ini mungkin terjadi karena kurang pahamnya masyarakat atau memang kurang tersosialisasinya Tata Cara Perhitungan BPTHB oleh pemerintah Kabupaten Luwu Utara atau justru adanya kesalahpahaman penafsiran terkait prosedur ini.
BPHTB (Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) adalah objek pajak yang dikenakan
lantaran adanya perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Setiap
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, warga negara diwajibkan membayar
BPHTB. Dalam bahasa sehari-hari BPHTB juga dikenal sebagai bea pembeli, jika
perolehan berdasarkan proses jual beli. Tetapi dalam Undang Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB dikenakan tidak
hanya dalam perolehan berupa jual beli saja melainkan semua jenis perolehan hak
atas tanah dan/atau bangunan dikenakan BPHTB.
Adapun,
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi: (1) Jual beli;
(2) Tukar-menukar; (3) Hibah; (4) Hibah wasiat; (5) Waris; (6) Pemasukan dalam
perseroan atau badan hukum lain; (7) Pemisahan hak yang mengakibatkan
peralihan; (8) Penunjukan pembeli dalam lelang; (9) Pelaksanaan putusan hakim
yang mempunyai kekuatan hukum tetap; (10) Penggabungan usaha; (11) Peleburan
Usaha; (12) Pemekaran Usaha; dan (13) Hadiah. Namun dari Perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan yang sering terjadi dalam masyarakat terkhusus di
Kabupaten Luwu Utara baru berkisar pada (1) Jual beli; (2) Tukar-menukar; (3) Hibah
(Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dari pemberi hibah, namun
pemberi hibah masih hidup); (4) Hibah wasiat (Perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan kepada penerima hibah namun belaku setelah pemberi hibah
wasiat meninggal dunia); dan (5) Waris.
Syarat apa saja yang diperlukan ketika Mengurus BPHTB
Pada prosedur
ini, secara umum kami kategorikan menjadi 2 keadaan:
Keadaan Pertama
peralihan hak yang disebabkan proses JUAL BELI, maka persyaratannya antara lain:
1.
SSPD BPHTB (didapatkan di PPAT
atau Badan Pertanahan)
2.
Fotokopi SPPT PBB untuk
tahun yang bersangkutan
3.
Fotokopi KTP Wajib Pajak
4.
Fotokopi STTS/ Struk ATM atau
Bukti pembayaran PBB untuk 5 Tahun Terakhir
5.
Fotokopi Bukti Kepemilikan
Tanah (Sertifikat, Akta Jual Beli, Letter C/ atau Girik)
Keadaan KEDUA Jika
perolehan disebabkan karena HIBAH, WARIS atau JUAL BELI WARIS, maka
persyaratannya sebagai berikut:
1.
SSPD BPHTB (didapatkan di PPAT
atau Badan Pertanahan)
2.
Fotokopi SPPT PBB untuk
tahun yang berjalan
3.
Fotokopi KTP Wajib Pajak
4.
Fotokopi STTS/Struk ATM
Bukti pembayaran PBB untuk 5 Tahun Terakhir
5.
Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (Sertifikat,
Akta Jual Beli, Letter C/ atau Girik)
Fungsi : untuk mengecek ukuran luas tanah, luas bangunan, tempat/ lokasi tanah
dan atau bangunan, dan diketahui status tanah yang akan dialihkan.
6.
Fotokopi Surat Keterangan Waris atau
Akta Hibah Fungsi dibutuhkan untuk memberikan pengurangan pada setiap
transaksi.
7.
Fotokopi Kartu Keluarga
Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Untuk setiap
perolehan Objek Pajak baik dengan cara JUAL BELI, HIBAH, HIBAH WASIAT maupun WARIS diberikan
pengurangan oleh pemerintah. Istilah ini biasa diistilahkan dengan Nilai Jual
Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Untuk setiap Wajib Pajak akan memperoleh:
1)
NJOPTKP sebesar Rp.60.000.000,-
(enam puluh juta rupiah) untuk semua jenis perolehan JUAL BELI & HIBAH;
2)
NJOPTKP sebesar Rp.300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah) untuk perolehan hak karena HIBAH WASIAT & WARIS.
Lantas bagaimana cara menghitung besaran BPHTB ?
Besarnya pokok
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terutang dihitung dengan
cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam dasar pengenaan pajak setelah
dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Dalam hal
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) tidak diketahui atau lebih rendah daripada
NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, maka besaran
pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan NJOP
setelah dikurangi NJOPTKP.
Contoh, Perhitungan
BPHTB
Diperjual-belikan
sebidang tanah kosong di Dusun Bungadidi Desa Bungadidi Kecamatan Tanalili dengan
luas 10.000 m2 dengan nilai transaksi sebesar Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh
juta rupiah), NJOP = 7.500,-per meter2 (diketahui dari SPPT Tahun berkenaan
yang menjadi lampiran), dan NJOPTKP sebesar Rp. 60.000.000,- (NJOPTKP JUAL BELI)
Maka:
·
NPOP (Jual Beli) = Rp.
70.000.000,- (harga transaksi)
·
NPOP (Menggunakan NJOP) =
Luas Bumi x NJOP = 10.000 m2 x Rp. 7.500,-
= Rp.75.000.000,-
NPOP yang menjadi dasar Perhitungan adalah NPOP
yang paling tinggi yakni Rp.75.000.000,-
Sehingga besarnya:
BPHTB = 5 % x (NPOP – NJOPTKP)
BPHTB = 5 % x (Rp. 75.000.000 – Rp. 60.000.000) = 5% x Rp.
15.000.000,- = Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)
Inilah Nilai BPHTB yang
selanjutnya disetorkan ke Kas Umum Daerah melalui Rekening BNI Nomor: 87846338 bukan
Rekening Bapenda sebagimana yang disebutkan Wajib Pajak.
Selanjutnya terkait
permasalahan yang dikeluhkan oleh Wajib pajak sebagaimana dimuat pada media
RAKYATSULSEL.CO terjadi kesalahan perhitungan yang disebabkan kesalahan melampirkan
SPPT Tahun berkenan. Beliau (Wajib Pajak) melampirkan SPPT bukan pada zona yang
sama, melainkan melampirkan SPPT yang berada di Kecamatan yang berbeda dengan NJOP
yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan Kenaikan NPOP.
Lantas bagaimana jika terjadi permasalahan seperti ini,
adakah solusi yang bisa ditempuh?
Terkait hal tersebut Pemerintah
Kabupaten Luwu Utara telah menuangkannya pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah pada Pasal 87 tentang pengembalian kelebihan Pembayaran pada
point (1) Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian Kepada Bupati, (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan, sejak diterimannya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
Atas dasar tersebut Wajib Pajak
dapat Bermohon kepada Bupati untuk mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran disertai alasan dan bukti-buktinya. Selanjutnya Pihak Bapenda akan melakukan
penelitian atas permasalahan untuk selanjutnya menerbitan Surat Keterangan
sebagai Lampiran Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) pada Badan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (BKAD).
Demikian gambaran singkat terkait
permasalahan perhitungan dan pembayaran BPHTB pada lingkup pemerintah Kabupaten
Luwu Utara. Untuk lebih jelasnya dapat menghubungi Pusat Layanan Pendapatan
BAPENDA, terimakasih. @pbb