Jumat, 25 April 2025
  • (0473) 21001
  • bapenda@luwuutarakab.go.id

Hitung BPHTB gak Ribet Kok..

Hitung BPHTB gak Ribet Kok.. Ruang Pelayanan Pendapatan

Hitung BPHTB gak Ribet Kok..

 

Masamba. Adanya pemberitaan di salah satu Media tentang keluhan salah seorang Wajib Pajak yang merasa dipermainkan oleh Prosedur (administrasi) dalam perhitungan BPHTB, membuat kami merasa perlu untuk meluruskan sekaligus menerangkan terkait tata cara perhitungan BPHTB. Hal ini mungkin terjadi karena kurang pahamnya masyarakat atau memang kurang tersosialisasinya Tata Cara Perhitungan BPTHB oleh pemerintah Kabupaten Luwu Utara atau justru adanya kesalahpahaman penafsiran terkait prosedur ini.

BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) adalah objek pajak yang dikenakan lantaran adanya perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Setiap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, warga negara diwajibkan membayar BPHTB. Dalam bahasa sehari-hari BPHTB juga dikenal sebagai bea pembeli, jika perolehan berdasarkan proses jual beli. Tetapi dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB dikenakan tidak hanya dalam perolehan berupa jual beli saja melainkan semua jenis perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan BPHTB.

Adapun, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi: (1) Jual beli; (2) Tukar-menukar; (3) Hibah; (4) Hibah wasiat; (5) Waris; (6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain; (7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; (8) Penunjukan pembeli dalam lelang; (9) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; (10) Penggabungan usaha; (11) Peleburan Usaha; (12) Pemekaran Usaha; dan (13) Hadiah. Namun dari Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang sering terjadi dalam masyarakat terkhusus di Kabupaten Luwu Utara baru berkisar pada (1) Jual beli; (2) Tukar-menukar; (3) Hibah (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dari pemberi hibah, namun pemberi hibah masih hidup); (4) Hibah wasiat (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada penerima hibah namun belaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia); dan (5) Waris.

 

Syarat apa saja yang diperlukan ketika Mengurus BPHTB

Pada prosedur ini, secara umum kami kategorikan menjadi 2 keadaan:

Keadaan Pertama peralihan hak yang disebabkan proses JUAL BELI, maka persyaratannya antara lain:

1.       SSPD BPHTB (didapatkan di PPAT atau Badan Pertanahan)

2.       Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan

3.       Fotokopi KTP Wajib Pajak

4.       Fotokopi STTS/ Struk ATM atau Bukti pembayaran PBB untuk 5 Tahun Terakhir

5.       Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (Sertifikat, Akta Jual Beli, Letter C/ atau Girik)

 

Keadaan KEDUA Jika perolehan disebabkan karena HIBAH, WARIS atau JUAL BELI WARIS, maka persyaratannya sebagai berikut:

1.       SSPD BPHTB (didapatkan di PPAT atau Badan Pertanahan)

2.       Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang berjalan

3.       Fotokopi KTP Wajib Pajak

4.       Fotokopi STTS/Struk ATM Bukti pembayaran PBB untuk 5 Tahun Terakhir

5.       Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (Sertifikat, Akta Jual Beli, Letter C/ atau Girik)
Fungsi : untuk mengecek ukuran luas tanah, luas bangunan, tempat/ lokasi tanah dan atau bangunan, dan diketahui status tanah yang akan dialihkan.

6.       Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah Fungsi dibutuhkan untuk memberikan pengurangan pada setiap transaksi.

7.       Fotokopi Kartu Keluarga

 

Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Untuk setiap perolehan Objek Pajak baik dengan cara JUAL BELI, HIBAH, HIBAH WASIAT maupun WARIS diberikan pengurangan oleh pemerintah. Istilah ini biasa diistilahkan dengan Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Untuk setiap Wajib Pajak akan memperoleh:

1)      NJOPTKP sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) untuk semua jenis perolehan JUAL BELI & HIBAH; 

2)      NJOPTKP sebesar Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) untuk perolehan hak karena HIBAH WASIAT & WARIS.

 

Lantas bagaimana cara menghitung besaran BPHTB ?

Besarnya pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, maka besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.

Contoh, Perhitungan BPHTB

Diperjual-belikan sebidang tanah kosong di Dusun Bungadidi Desa Bungadidi Kecamatan Tanalili dengan luas 10.000 m2 dengan nilai transaksi sebesar Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah), NJOP = 7.500,-per meter2 (diketahui dari SPPT Tahun berkenaan yang menjadi lampiran), dan NJOPTKP sebesar Rp. 60.000.000,- (NJOPTKP JUAL BELI)

Maka:

·         NPOP (Jual Beli) = Rp. 70.000.000,- (harga transaksi)

·         NPOP (Menggunakan NJOP) = Luas Bumi x NJOP = 10.000 m2 x  Rp. 7.500,- = Rp.75.000.000,-

NPOP yang menjadi dasar Perhitungan adalah NPOP yang paling tinggi yakni Rp.75.000.000,-

 

Sehingga besarnya:

BPHTB  = 5 % x (NPOP – NJOPTKP)

BPHTB  = 5 % x (Rp. 75.000.000 – Rp. 60.000.000) = 5% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)

Inilah Nilai BPHTB yang selanjutnya disetorkan ke Kas Umum Daerah melalui Rekening BNI Nomor: 87846338 bukan Rekening Bapenda sebagimana yang disebutkan Wajib Pajak.

 

Selanjutnya terkait permasalahan yang dikeluhkan oleh Wajib pajak sebagaimana dimuat pada media RAKYATSULSEL.CO terjadi kesalahan perhitungan yang disebabkan kesalahan melampirkan SPPT Tahun berkenan. Beliau (Wajib Pajak) melampirkan SPPT bukan pada zona yang sama, melainkan melampirkan SPPT yang berada di Kecamatan yang berbeda dengan NJOP yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan Kenaikan NPOP.

Lantas bagaimana jika terjadi permasalahan seperti ini, adakah solusi yang bisa ditempuh?

Terkait hal tersebut Pemerintah Kabupaten Luwu Utara telah menuangkannya pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah pada Pasal 87 tentang pengembalian kelebihan Pembayaran pada point (1) Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian Kepada Bupati, (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimannya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

Atas dasar tersebut Wajib Pajak dapat Bermohon kepada Bupati untuk mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran disertai alasan dan bukti-buktinya. Selanjutnya Pihak Bapenda akan melakukan penelitian atas permasalahan untuk selanjutnya menerbitan Surat Keterangan sebagai Lampiran Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD).

Demikian gambaran singkat terkait permasalahan perhitungan dan pembayaran BPHTB pada lingkup pemerintah Kabupaten Luwu Utara. Untuk lebih jelasnya dapat menghubungi Pusat Layanan Pendapatan BAPENDA, terimakasih. @pbb